
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menanggapi unggahan Pakar Hukum Tatanegara, Prof Denny Indrayana di media sosial Twitter, terkait pengambilalihan Partai Demokrat oleh KSP Moeldoko lewat upaya PK di Mahkamah Agung (MA).
Presiden keenam RI ini mengaku mendapat informasi dari salah seorang mantan menteri. SBY menilai mengenai info adanya tangan-tangan politik yang mengganggu Partai Demokrat agar tidak bisa berkontestasi di Pemilu 2024, itu adalah kemunduran demokrasi.
Menanggapi hal itu, Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum meminta SBY untuk membuat gaduh terkait polemik sistem Pemilu 2024 mendatang. Adapun SBY dalam akun cuitannya menilai akan terjadi chaos bila Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pemilu legislatif 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup di tengah proses Pemilu sedang berjalan.
Anas Urbaningrum menyotohkan saat perubahan sistem Pemilu 2009 terjadi setelah putusan MK 23 Desember 2008. Pemungutan suara terjadi pada 9 April dan 2009 dan terbukti Pemilu berjalan lancar tidak ada chaos politik.
"Jadi lebih baik Pak @SBYudhoyono tidak bicara 'chaos' terkait dengan pergantian sistem Pemilu di tengah jalan. Tidak elok bikin kecemasan dan kegaduhan," tulis Anas dalam cuitannya di Twitternya, dikutip pada Senin (29/5/2023). Sehingga, Anas menyarankan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu agar berbicara dalam konteks setuju atau tidak terkait sistem Pemilu proposional tertutup.
"Itu perihal perbedaan pendapat yang biasa saja," tambah dia.
Sumber foto: tvonenews.comSBY tanggapi pernyataan Denny IndrayanaMantan Presiden RI ke-6 yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkejut saat mendengar isu tak sedap seputar Pemilu 2024. Yakni adanya isu Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengembalikan lagi sistem proporsional tertutup saat Pemilu 2024.
Artinya, pemilihan caleg diserahkan sepenuhnya pada otoritas partai, hal ini bakal bikin kacau dan amarah. Menurut SBY, putusan itu bakal memicu keributan hingga mengganggu stabilitas keamanan.
Sebab, dengan sistem pemilu proporsional tertutup membuat pemilih hanya memilih logo partai, bukan nama bakal caleg seperti yang saat ini berlaku. SBY berpendapat, perubahan sistem yang terjadi saat proses pemilu sudah dimulai akan menjadi isu yang besar dalam dunia politik di Indonesia.
Presiden RI ke-6 itu mempertanyakan urgensi perubahan sistem pemilu kepada MK. “Apakah ada kegentingan & kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai,” tulis SBY di Twitter, Minggu.
“Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kpd KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan “chaos” politik,” sambungnya. SBY juga mempertanyakan terkait apakah sistem proporsional terbuka yang saat ini berlaku bertentangan dengan konstitusi.
Tak hanya itu, SBY juga menegaskan wewenang MK yang bukan menentukan sistem mana yang paling tepat untuk Indonesia. Menurutnya, apabila MK tidak memiliki alasan yang kuat terkait perubahan sistem pemilu dijalankan, maka publik akan sulit menerimanya.
Dia juga mengatakan bahwa mayoritas partai politik akan menolak perubahan sistem tersebut. “Saya yakin, dalam menyusun DCS, Parpol & Caleg berasumsi sistem pemilu tidak diubah, tetap sistem terbuka," ujarnya.
"Kalau di tengah jalan diubah oleh MK, menjadi persoalan serius. KPU & Parpol harus siap kelola “krisis” ini,” imbuhnya.
Untuk itu, SBY berpendapat agar pemilu 2024 tetap dilaksanakan menggunakan sistem proporsional terbuka.
Sumber foto: viva.idPerubahan sistem dapat dilakukan setelah Pemilu 2024 digelarIsu ini pertama kali disampaikan oleh ahli hukum tata negara, Denny Indrayana, melalui akun Twitternya, Minggu (28/5/2023). Dia menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan perubahan sistem pemilu tersebut.
“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja,” kata Denny di Twitter. Sebelumnya, delapan partai di parlemen menolak dikembalikannya lagi sistem proporsional tertutup.
Kedelapan partai di DPR itu yakni Partai Gerindra, Golkar, Demokrat, Nasdem, PKB, PKS, PPP, dan PAN. Hanya satu partai yang mendukung wacana itu yakni PDIP. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, meminta polisi menyelidiki pernyataan praktisi hukum Denny Indrayana soal putusan MK terkait sistem pemilu. Pendalaman bisa dilakukan dengan memeriksa Denny.
“Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah,” kata Mahfud. Denny Indrayana mengaku mendapatkan informasi mengenai putusan MK perihal sistem pemilu yang akan kembali ke proporsional tertutup atau coblos partai.
Mahfud mengingatkan putusan MK tidak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. “Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka,” jelas Mahfud.
Bahkan, Mahfud yang pernah menjabat sebagai Ketua MK mengaku tidak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis selama menjabat. Dia mendesak MK dapat menyelidiki sumber informasi dari Denny Indrayana. “Saya yang mantan Ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya,” ujar Mahfud.
Tags
polemik
gaduh
pemilu
anas urbaningrum
sby
politik